Breaking

Tuesday, November 22, 2022

Hati-Hati! Pakar Kesehatan Menyatakan Senyawa BPA untuk Kemasan Air Minum Berbahaya

 

NEGARATOTO Penggunaan senyawa BPA pada kemasan makanan dan minuman akhir-akhir ini menjadi sorotan para pakar kesehatan. BPA sendiri adalah singkatan dari bisphenol A, zat kimia beracun yang sudah digunakan sejak tahun 1950-an. Karena terlalu berbahaya jika masuk ke dalam tubuh, senyawa ini seringkali mengundang protes dari berbagai kalangan masyarakat.

Fakta terkait bahaya BPA semakin diperkuat oleh Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof. Anwar Daud. Ia menekankan bahwa senyawa BPA memang berbahaya bila dimanfaatkan untuk kemasan pangan. Selain BPA yang bisa memicu penyakit berbahaya, galon air mineral guna ulang yang pada prosesnya sering dicuci, disikat dan digunakan berulang kali juga menjadi sumber mikroplastik yang tak kalah berbahayanya.

Seperti yang diketahui, BPA paling banyak ditemukan pada kemasan makanan, minuman dan kaleng. Padahal, jika ditinjau dari sejumlah riset kesehatan yang ada, senyawa ini menjadi yang paling tak aman bila digunakan pada kemasan. Lantas, apa saja bahaya lainnya dari BPA dan seperti apa regulasi yang akan dibuat demi mengatasi permasalahan ini?

Bahaya Senyawa BPA bagi Tubuh Manusia

Partikel-partikel kecil yang terdapat pada kemasan pangan ber-BPA diyakini dapat memberikan dampak buruk bagi kesehatan tubuh manusia. Hal tersebut diungkap oleh Kepala Pusat Studi Lingkungan Unhas yang memaparkan hasil penelitiannya dan juga mengangkat sejumlah hasil riset internasional tentang bahaya BPA pada kesehatan manusia.

Sayangnya, penggunaan BPA secara global diperkirakan memiliki angka yang fantastis, yakni 10,6 juta metrik ton pada 2022. Hal tersebut tak terlepas dari banyaknya penggunaan senyawa ini dalam produksi industri plastik polikarbonat (PC) dan resin epoksi.

“Beberapa studi biomonitoring manusia menunjukkan bahwa aplikasi BPA yang luas telah menyebabkan meluasnya paparan pada manusia, dan berdampak pula pada kesehatan manusia,” kata Anwar Daud, mengutip salah satu hasil riset di luar negeri.

Sejauh ini, tingginya kadar BPA pada urin, diketahui berhubungan erat dengan masalah kenaikan berat badan atau obesitas, gangguan kesuburan, penyakit kardiovaskular, hingga berisiko terkena penyakit kanker.

Penelitian yang dilakukan timnya juga menyoroti penilaian risiko migrasi BPA ke daging dan produk daging, serta tingkat paparannya pada manusia. “Manusia terpapar BPA melalui rute dan sumber yang berbeda, tetapi konsumsi telah dikonfirmasi sebagai sumber utama paparan BPA,” kata Anwar Daud, saat menghadiri Workshop BPA Kementerian Kesehatan.

BPA Berpotensi Mencemari Lingkungan

Tak hanya buruk bagi tubuh manusia, adanya BPA ini ternyata juga berpotensi meningkatkan pencemaran di lingkungan sekitar. Kandungan mikroplastik dan nano plastik merupakan dua jenis materi yang terbentuk ketika plastik perlahan terurai. Kedua partikel ini umumnya berbentuk debu dan mampu menyebar ke manapun.

Berdasarkan proyeksi emisi plastik hingga 2030 untuk 173 negara, mikroplastik dan nano plastik berpotensi mencemari lingkungan perairan berkisar antara 20-53 metrik ton/tahun. Setelah memasuki lingkungan, mikroplastik dapat diangkut ke air minum, garam dapur dan makanan, seperti ikan dan sayuran melalui rantai makanan.

Pada air kemasan, biasanya galon bekas yang menggunakan polikarbonat tak terlepas dari ancaman kontaminasi pencemaran lingkungan. Pasalnya, saat ini, tak ada satu pun air mineral yang murni dan tak mengandung mikroplastik, baik itu dari sisi kemasan maupun airnya. Apalagi pada galon guna ulang, yang biasanya akan dicuci ulang menggunakan sikat, sehingga kemasan di dalamnya terkelupas dan memunculkan zat berbahaya.

Koordinator Kelompok Substansi Standardisasi Bahan Baku, Kategori, Informasi Produk, dan Harmonisasi Standar Pangan Olahan, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Yeni Restiani mengungkapkan bahaya BPA sebagai kemasan pangan.

”BPA dapat bermigrasi dari kemasan ke produk pangan melalui berbagai cara, dari proses pencucian, penggunaan air pada suhu tinggi, residu detergen, dan pembersihan yang mengakibatkan goresan,” kata Yeni.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa penyimpanan yang tak tepat dan paparan sinar matahari secara langsung dapat memperparah kondisi produk yang terkontaminasi oleh BPA.

BPA Dilarang Hampir Di Seluruh Dunia

Mengenai isu bahaya penggunaan BPA, BPOM telah melakukan pengkajian yang didasarkan oleh regulasi di sejumlah negara di dunia. Dari hasil tersebut, terdapat dua kelompok yang digaris bawahi. Pertama, pelarangan penggunaan BPA pada kemasan pangan. Sementara yang kedua adalah regulasi tentang pencantuman peringatan label bahaya BPA.

Adapun negara yang menerapkan pelarangan penggunaan BPA, antara lain adalah Perancis, Brazil, negara bagian Vermont (Amerika Serikat) dan Columbia. Sedangkan negara bagian California (Amerika Serikat) sendiri menerapkan regulasi Pencantuman Peringatan Label Bahaya BPA.

Lain halnya dengan negara-negara tersebut, di Indonesia syarat pembatasan migrasi BPA pada kemasan plastik polikarbonat diatur melalui peraturan BPOM Nomor 20/2019 tentang Kemasan Pangan, yaitu hanya sebesar 0,6 bagian per juta (bpj). Namun, karena masih banyaknya peredaran kemasan BPA yang tak memenuhi syarat, akhirnya BPOM dengan tim pakar menyepakati untuk menurunkan batas migrasi BPA menjadi 0,05 ppm.

Dalam rangka membuat masyarakat merasa lebih aman, BPOM telah menginisiasi revisi Peraturan BPOM No. 31/2018 tentang Label Pangan Olahan. Poinnya antara lain, air minum dalam kemasan (AMDK) galon polikarbonat wajib mencantumkan label bertuliskan ”Berpotensi Mengandung BPA.”

No comments:

Post a Comment