NEGARATOTO - Kasus bunuh diri di Pulau Bali dari tahun 2020 hingga 2021 mengalami peningkatan. Dari catatan komunitas Love Inside Suicide Awareness (Lisa) Helpline Bali, untuk tahun 2020 ada 64 orang bunuh diri dan di tahun 2021 meningkat dua kali lipat sebanyak 125 orang.
"Kalau melihat dari data selama pandemi Covid-19, memang dua tahun terakhir ada peningkatan. Data resmi dari kepolisian, di 2020 itu 64 orang yang bunuh diri sampai meninggal, di tahun 2021 menjadi 125 (bunuh diri). Itu, kan hampir dua kali lipat," kata salah satu dokter Lisa Helpline Bali, Gusti Rai Wiguna di Denpasar, Bali, Sabtu (26/3).
Selain itu, pihaknya juga mencatat ada sekitar 1.085 warga Bali yang meminta pelayanan terapi gratis secara online selama tahun 2021. Mereka diduga depresi salah satunya karena terimbas pandemi. Lisa Helpline adalah layanan dukungan psikologi gratis.
"Kami menerima dari 1.085 orang untuk terapi di Lisa Hotline karena mengalami gangguan jiwa atau tahun 2021, atau saat pandemi," imbuh Wiguna yang juga Ketua Yayasan Bali Bersama Bisa.
Menurutnya, selain persoalan bunuh diri, ada juga yang mengalami gangguan berat dan kemudian putus obat selama Pandemi Covid-19. Sehingga menimbulkan beban yang lebih besar lagi.
"Dan penurunan kualitas jiwa itu bukan pada orang Bali saja dan ada warga asing. Dan, kami sendiri di Bali Bersama Bisa selama 2021 itu, ada tujuh orang asing (bermacam negara) ada yang mengalami gangguan bipolar, mengalami gangguan depresi yang terlunta-lunta di Bali," ungkapnya.
Sementara untuk di tahun 2022, data bunuh diri belum ada karena data tersebut dikumpulkan dalam satu tahun sekali. Namun bila melihat pemberitaan sudah ada sekitar tujuh orang yang bunuh diri di Bali.
"Kalau 2022 belum, tetapi kita lihat seminggu ini ada tujuh paling tidak yang masuk berita dalam seminggu ini. Dan itu, juga bervariasi umurnya ada yang sudah lansia, dan profesinya macam-macam. Artinya, risiko bunuh diri bisa terjadi kepada semua orang," ujarnya.
Sementara, untuk penyebab bunuh diri menurutnya tidak ada faktor tunggal. Bukan hanya karena masalah ekonomi atau asmara, namun lebih kompleks.
"Tapi gabungan dari semua (masalah). Faktor luarnya adalah masalah yang mereka hadapi. Kalau, misalnya lansia sebenarnya karena mengalami penyakit kronis jadi kalau BPJS menanggung secara fisik, tetapi rupanya kesehatan jiwanya yang perlu dilakukan. Cuci darah tapi tetap depresi dan meninggalnya bunuh diri," ujarnya.
"Atau kalau usia produktif ada gabungan masalah ekonomi, masalah keluarga, angka perceraian dan perselingkuhan, kan meningkat selama pandemi ini. Termasuk kekerasan dalam rumah tangga. Jadi gabungan juga faktor kepribadian menghadapi masalah yang belum baik," ujarnya.
No comments:
Post a Comment