NEGARATOTO - Harta kekayaan para pejabat tengah menjadi sorotan publik. Hal ini mencuat setelah kasus penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy Satriyo terhadap Cristalino David Ozora, putra pengurus Pimpinan Pusat GP Ansor.
Terlepas dari kasus tersebut, gaya hidup dan kekayaan yang dimiliki keluarga Mario Dandy juga menjadi sorotan. Mario Dandy sendiri merupakan anak dari Rafael Alun Trisambodo, pejabat pajak yang bertugas di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kantor Wilayah (Kanwil) Jakarta Selatan II.
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), kekayaan Rafael Alun mencapai Rp56,1 miliar. Jumlah tersebut hampir menyamai kekayaan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, yaitu sebesar Rp58,04 miliar.
Tak berhenti di sana, Mario Dandy kerap membagikan aktivitasnya sambil mengendarai mobil Jeep Rubicon dengan nilai jual Rp318 juta dan motor Harley Davidson CVO Best 3 seharga Rp1,2 miliar.
Kasus ini akhirnya membuat Rafael Alun dipecat. Pencopotannya pun langsung diperintahkan Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan.
Belum selesai dengan kasus Rafael Alun, publik kembali dihebohkan dengan viralnya pemberitaan Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo yang bergabung dengan klub motor gede (moge) Ditjen Pajak bernama BlastingRijder Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Sri Mulyani menilai, pamer gaya hidup mewah akan menimbulkan persepsi negatif dan kecurigaan mengenai sumber kekayaan para pegawai DJP. Akhirnya, Sri Mulyani meminta Suryo Utomo untuk menjelaskan kepada publik terkait jumlah harta yang dimiliki dan mengungkapkan sumber kekayaan yang diperoleh.
Selain itu, dia pun meminta klub motor gede BlastingRijder yang beranggotakan pegawai DJP untuk dibubarkan.
Tak berhenti di sana, publik kembali menguak pejabat dengan gaya hidup mewah lainnya. Kali ini, istri dari Kepala BPN Jakarta Timur Sudarman Harjasaputra, Vidya Piscarista, menjadi sorotan.
Vidya kerap membagikan momen-momen liburannya keliling dunia di media sosial. Vidya juga kerap berfoto saat berbelanja merek busana terkenal asal Italia.
Akhirnya, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melakukan pemanggilan terhadap Sudarman. Dalam pemanggilan tersebut, Sudarman hanya diminta klarifikasi terkait harta yang diperoleh.
Namun, Kementerian ATR/BPN memastikan ada pemanggilan selanjutnya guna mendalami kasus ini lebih lanjut.Terkait fenomena ini, Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin turut buka suara. Menurutnya, para pejabat harus memiliki gaya hidup yang sederhana.
"Mengenai masalah hidup sederhana saya kira itu harus menjadi gaya hidup ya daripada pejabat dari atas sampai ke bawah," tutur Ma’ruf di Mamuju, Sulawesi Barat, Jumat (24/2).
"Jangan sampai ada ketidakpercayaan masyarakat terutama mereka yang membayar pajak, kemudian mereka wah, mereka menjadi ada ketidakpercayaan, pajak saya digunakan untuk orang per orang. Saya kira itu penting," tambahnya dia.
Di lain sisi, Sosiolog Universitas Gadjah Mada Sunyoto Usman memberikan penjelasan terkait fenomena ini. Ia menilai, pamer harta ini dilakukan untuk mendapat pengakuan sebagai kalangan atas.
"Mungkin ingin menunjukan keberhasilan, identikasikan dirinya bagian lapisan atas, menciptakan jarak sosial dengan masyarakat kebanyakan," kata Sunyoto kepada merdeka.com, Senin (13/3).
Hal ini, menurutnya, membuat kepercayaan publik menurun dan memotivasi mereka untuk memamerkan harta kekayaan juga.
"Dampaknya bisa lemahnya trust (kepercayaan) pada pejabat publik. Di sisi lain, malah bisa justru ditiru masyarakat sebagai masyarakat, tambah motivasi tinggi pamer keberhasilan," tambah Sunyoto.
Hal senada juga disampaikan Sosiolog Universitas Nasional (UNAS) Sigit Rochadi. Ia menambahkan, fenomena ini membuat jarak sosial antargolongan semakin melebar.
"Kepercayaan masyarakat kepada pemerintah menurun selain itu jarak sosial antargolongan melebar dan potensial terjadinya protes atau kerusuhan," kata Sigit.
Namun, Sigit memandang bahwa aksi pamer kekayaan ini biasa dilakukan oleh orang kaya baru atau yang umum disebut OKB.
"Itu hedonisme yang dilakukan oleh OKB, orang kaya baru. Lazimnya gaya hidup hedonis, mereka bukan pekerja keras tapi penikmat fasilitas entah itu dari negara, orang tua atau kakeknya," ujar Sigit.
No comments:
Post a Comment