Tuesday, July 5, 2022

Antara Cinta dan Benci, Kyoto Galau Banget soal Turis


Negaratoto - Kyoto, salah satu kota paling padat turis di Jepang sebelum pandemi. Di masa lockdown, Kyoto sadar satu hal bahwa mereka punya perasaan campur aduk soal turis.

Toko minuman keras berusia 230 tahun di Kyoto milik seorang pengusaha bernama Yasuko Fuijii. Saat ini turis sudah kembali terlihat di jalan-jalan Kyoto dan ini membuat perasaannya campur aduk.

"Dari sudut pandang bisnis, kami ingin turis datang. Tapi dari sudut pandang emosional, kamu ingin pelanggan wisatawan domestik," ucapnya dilansir dari ABC News, Selasa (5/7/2022).

Dulu jutaan turis China, Korea Selatan dan Asia Tenggara biasanya memadati pasar Nishiki, di mana area toko itu berada. Penduduk setempat sering merasa kewalahan dan banyak yang berhenti datang.

Bahkan saat lockdown, pemilik kedai teh dan penginapan di Kyoto punya perasaan terpukul tapi juga lega karena tak ada turis asing.


Kini Perdana Menteri Fumio Kishida melonggarkan perbatasan namun hanya dalam skala kecil dan teratur. Alasannya, turis yang datang secara massal akan sulit diatur dan menimbulkan lonjakan kasus. Teori ini terbukti, baru-baru ini Jepang mengalami lonjakan kasus harian Covid-19.

Melihat pembukaan dengan metode ini, banyak pemilik usaha yang senang. Mereka ingin turis kembali hanya saja tidak banyak.

"Masalahnya bukan tentang turis asing, tetapi lebih pada kapasitas kami mengakomodasi pelanggan," jelas Kaoru Kimura, pemilik toko ikan segar di pasar Nishiki.

Menurutnya jika turis datang terlalu banyak, mereka tak dapat menunjukkan keramahtamahan yang layak.

"Apalagi kalau sudah antre panjang, itu adalah mimpi buruk," jelasnya.

Tapi, ini berbeda dengan apa yang dirasakan oleh pemilik usaha oleh-oleh. "Kyoto adalah kota wisata dan tanpa turis asing kami benar-benar dalam masalah," kata Hiroshi Fujie, direktur Hakuba, sebuah toko barang antik yang berusia 40 tahun.

Fujie menambahkan bahwa dia tidak yakin apakah toko itu dapat bertahan selama tahun ketiga tanpa turis asing.

Antara cinta dan benci, begitulah ungkapan yang kini dirasakan oleh penduduk Kyoto. Benci kalau terlalu banyak, tapi tidak bisa hidup tanpanya.

No comments:

Post a Comment