Peristiwa Tersebut Terbongkar Setelah Keduanya Menjalani Pernikahan Siri Selama 10 Bulan. Saat Ini, Kasus Tersebut Telah Masuk Ke Dalam Persidangan Di Jambi.
NEGARATOTO - Seorang wanita di Jambi yang diketahui berinisial NA (22) merasa tertipu setelah pria yang dinikahinya adalah seorang perempuan. Adapun yang menipunya adalah ER yang ternyata seorang perempuan dengan nama asli berinisial AA setelah 10 bulan menikah.
Korban mengenal pelaku penipuan itu melalui media sosial pada akhir bulan Mei tahun 2021 lalu. Saat berkenalan, ia melihat foto profil pelaku menggunakan pakaian selayaknya dokter, sehingga ia mau berkenalan.
Kemudian, pada bulan Juni, pelaku datang ke Jambi untuk menemui korban. Pada saat itu, korban tidak menaruh kecurigaan yang dirasakan lantaran saat bertemu dengan pelaku, berpenampilan seperti pria.
Selanjutnya, pada awal bulan Juli, pelaku kembali ke Lahat, Sumatera Selatan, dengan alasan mengambil berkas identitas, sekaligus meminta izin untuk melakukan pernikahan. Pada kala itu, pernikahan direncanakan digelar pada 9 Juli tahun 2021.
Akan tetapi, pelaku mengaku ibunya meninggal dunia karena COVID-19, sehingga tantenya meminta pernikahan ditunda dulu. Saat kembali ke Jambi, pelaku tidak membawa berkas dan syarat untuk pernikahan. Pelaku berdalih kalau pembaruan KTP di dinas terkait belum selesai.
"Jadi dia ke Jambi, tapi tidak membawa berkasnya, alasannya ganti nama sesuai dengan nama Muslim," ujar korban dalam keterangannya, Rabu (15/6). "Dia mengaku seorang mualaf, sehingga mengganti nama yang sesuai."
Beberapa hari kemudian, paman korban mengusulkan agar pernikahan siri bisa segera dilaksanakan, walaupun identitas belum ditunjukkan. Usulan ini sempat ditolak oleh korban, pasalnya ia ingin menikah secara resmi di mata negara. Namun pada akhirnya pernikahan siri berlangsung pada 18 Juli 2021.
Saat pernikahan digelar, korban mengaku pada saat itu ibunya tengah sakit, dan sudah beberapa hari terbaring bersama suaminya yang mengidap stroke, sehingga kedua orangtuanya tidak menyaksikan. Setelah sekitar satu bulan ibu korban curiga bahwa menantunya adalah perempuan.
"Timbul kecurigaan habis menikah itu, dia katanya dokter, tapi kok tidak bekerja, banyak alasannya," ungkap ibu korban. "Hati ini jadi tertekan, sebulan itu saya telusuri."
Sang ibu korban pun mengaku sempat dituduh berpikiran buruk terhadap menantunya. Namun ia tetap yakin bahwa pelaku merupakan perempuan. Ia pun tetap bersikeras minta identitas lengkap sang menantu.
"Sempat disaksikan masyarakat, Babinkamtibmas, Babinsa, ketua RT, ketua adat. Dia tidak bisa menunjukkan identitasnya secara nyata atau online. Padahal, selama 5 bulan di sini," jelas ibu korban.
Kemudian, pelaku pun berani tanda tangan di atas materai Rp10 ribu untuk berjanji akan membuktikan identitasnya. Akan tetapi pada keesokan harinya, pelaku malah membawa kabur korban ke Lahat.
Menurut pengakuan korban, setibanya di Lahat, ia dikurung selama 4 bulan di kamar dalam rumah pelaku. Sehingga ia pun tidak sempat berbicara dengan orang-orang di sana, selain pelaku.
"Saya dikurung di kamar, alasannya saya sakit diguna-guna ibu, bahaya kalau keluar, jadi saya ketakutan," tutur korban.
Sementara itu, mengetahui sang anak dibawa kabur, ibu korban lantas melaporkan kecurigaannya ke polisi, sehingga kasus tersebut terungkap dan sampai ke pengadilan. Mereka diketahui telah menyiapkan acara resepsi pernikahan yang akan digelar Oktober mendatang, sehingga disiapkan foto pranikah serta buah tangan pernikahan. Beruntungnya, telah terbongkar.
Di samping itu, korban mengaku pernah mengeluarkan uang senilai Rp30 juta untuk pelaku. Selain itu, korban mengaku juga sudah berhubungan suami istri dengan pelaku, namun ia tidak melihat langsung jenis kelamin pelaku.
"Saya tidak pernah curiga karena saya sudah pernah dikenalkan melalui video call dengan keluarganya," beber korban.
Saat ini, kasus tersebut telah masuk ke tahap persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jambi. Dalam persidangan yang digelar pada Selasa (14/6), terbongkarnya perbuatan terdakwa setelah ibu korban menaruh curiga terhadap pelaku yang ketika mandi tidak pernah melepas baju.
Atas perbuatannya, pelaku didakwa dengan Pasal 93 jo Pasal 28 ayat (7) UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Dengan begitu, diharapkan pelaku bisa mendapat hukuman setimpal.
No comments:
Post a Comment