Breaking

Wednesday, May 11, 2022

Petani Bingung Hadapi Harga Sawit Yang Anjlok, Plt Dirjen Perdagangan Luar Negeri: Masih Kami Amati

 

Petani Sawit Kini Mulai Bingung Dan Kian Khawatir Dengan Kebijakan Larangan Ekspor Minyak Goreng Dan Bahan Bakunya. Pasalnya, Pemerintah Belum Memberi Solusi Soal Harga Sawit Yang Makin Anjlok.

NEGARATOTO - Petani sawit jadi pihak yang mengalami dampak langsung dari kebijakan pemerintah melarang ekspor minyak goreng dan bahan bakunya. Kini para petani bingung saat menghadapi harga sawit yang terus anjlok di pasaran.

Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih mengatakan pemerintah belum memberikan solusi kepada petani kelapa sawit atas jatuhnya harga tandan buah segar (TBS). Harga TBS kelapa sawit sebelumnya amblas sejak kebijakan diberlakukan pada 28 April 2022.

“Bersamaan dengan itu, tidak ada penjelasan ke kita (petani), bagaimana menghadapi masa krisis ini? (Pemerintah) Cuma mengatakan harus maklum. Mana bisa begitu kan?” ungkap Henry, melansir Tempo.com.

“Ya sudahlah, kamu hadapi dulu. Tidak ada pertimbangan dampak. Tidak ada pemerintah misalnya memanggil kita ada pelarangan ekspor. Anda menghadapi begini-begitu, tidak ada,” lanjutnya.

Petani sawit sendiri sebenarnya sudah menderita kerugian sebelum larangan ekspor resmi berlaku. Henry mencatat setelah larangan ekspor CPO diumumkan, harga TBS langsung turun 30-50 persen.

Berdasarkan data SPI, harga TBS yang semula berkisar Rp 3 ribu per kilogram anjlok menjadi Rp 1.500-1.600 per kilogram. Alhasil, Henry menaksir total kerugian petani anggota SPI mencapai Rp 250 miliar pada rentang 23-28 April 2022. Kerugian itu dihitung dengan cakupan luas lahan lebih-kurang 100 ribu hektar.

Harga yang terjun bebas itu juga membuat pendapatan petani berkurang drastis. Faktor kerugian lainnya adalah soal menumpuknya stok TBS. Padahal TBS sebaiknya disimpan hanya dalam waktu 24 jam sejak dipanen dari kebun. Jika melewati rentang waktu itu, petani terpaksa membuang buah segar atau dijadikan sebagai kompos.

"Terasa tentunya, apalagi sewaktu Lebaran orang (petani) yang (biasanya) dapat harga Rp 3.000 tiba-tiba cuma jadi Rp 1.500-an, kan berkurang harga hampir separuhnya. Bahkan di tempat lain katanya ada yang sempat tidak terjual," beber Henry.

“Dia (TBS) enggak bisa, begitu dipanen harus masuk ke pabrik. Harusnya 24 jam, tidak boleh lebih. Maka tidak ada jaminan di pabrik, sawit lebih bagus tidak usah dipanen dulu,” sambungnya.

Sementara itu, saat ini Kementerian Perdagangan (Kemendag) belum bisa memastikan waktu pencabutan larangan sementara ekspor bahan baku minyak goreng. Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Veri Anggrijono mengatakan masih mengamati kondisi harga minyak goreng curah di lapangan.

"Semenjak penetapan larangan sampai dengan saat ini, masih kami amati di lapangannya. Kita berdoa saja supaya kondisi ini cepat berlalu dan keran ekspor dibuka kembali,” pungkas Veri.

No comments:

Post a Comment